Ada seorang kawan bercerita
tentang seorang pedagang di Saudi Arabia. Pada awal dia meniti karir dalam
bisnis, dulunya dia bekerja di sebuah pelabuhan di negeri ini. Semua
barang-barang perniagaan yang akan masuk harus melalui dia dan mendapatkan
tanda tangannya. Dia tidak suka kepada orang yang main kolusi dan suap-menyuap.
Tetapi dia tahu bahwa atasannya senang mengambil uang suap. Sampai akhirnya
teman kita yang satu ini didatangi oleh orang yang memberitahunya agar tidak
terlalu keras dan mau menerima apa yang diberikan oleh penyuap untuk
mempermudah urusannya.
Setelah mendengar perkataan
tersebut, dia gemetar dan merasa takut. Ia lalu keluar dari kantornya,
sementara kesedihan, penyesalan dan keraguan terasa mencekik lehernya.
Hari-hari mulai berjalan lagi, dan para penyuap itu datang kepadanya. Yang ini
mengatakan, ‘Ini adalah hadiah dari perusahaan kami’. Yang satu lagi bilang,
‘Barang ini adalah tanda terima kasih perusahaan kami atas jerih payah Anda’.
Dan dia selalu mampu mengembalikan dan menolak semuanya. Tetapi sampai kapan
kondisi ini akan tetap berlangsung?! Dia khawatir suatu waktu mentalnya akan
melemah dan akhirnya mau menerima harta haram tersebut. Dia berada di antara
dua pilihan; meninggalkan jabatannya dan gajinya atau dia harus melanggar
hukum-hukum Allah Ta`ala dan mau menerima suap. Karena hatinya masih bersih dan
masih bisa meresapi firman Allah Ta`ala, “Dan siapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dan akan memberinya rizki
dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3).Akhirnya dia
memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Dia berkata, ‘Tak lama
setelah itu Allah Ta`ala mengaruniakan untukku kapal kargo yang kecil. Aku pun
memulai bisnisku, mengangkut barang-barang. Lalu, Allah mengaruniakan kapal
kargo lain lagi. Sebagian pedagang mulai memintaku untuk mengangkut
barang-barang perniagaan mereka, karena aku memang sangat hati-hati,
seolah-olah barang-barang itu milikku sendiri.
Di antara kejadian yang menimpaku
adalah sebuah kapal kargoku menabrak karang dan pecah. Penyebabnya, karena sang
nahkoda tertidur. Dia meminta maaf. Tanpa keberatan aku memaafkannya. Maka,
merasa heranlah seorang polisi lalu lintas laut, karena aku begitu mudah
memaafkan orang. Dia berusaha berkenalan denganku. Setelah berlangsung beberapa
tahun, dia -polisi itu- bertambah tinggi jabatannya. Saat itu datang
barang-barang perniagaan dalam jumlah besar. Dia tidak mau orang lain, dia
memilihku untuk mengangkut barang-barang tersebut tanpa tawar menawar lagi.”
Pembaca yang budiman, lihatlah,
bagaimana pintu-pintu rezeki terbuka untuknya. Sekarang dia telah menjadi
seorang saudagar besar. Kepedulian sosial dan santunannya bagi orang-orang
miskin begitu besar. Begitulah, barangsiapa meninggalkan suatu perbuatan dengan
ikhlas karena Allah, niscaya Allah akan mengganti dengan yang lebih baik.
Sumber:
Kisah-Kisah Nyata Tentang Nabi, Rasul, Sahabat, Tabi`in, Orang-orang Dulu dan
Sekarang, karya Ibrahim bin Abdullah Al-Hazimi, penerjemah Ainul Haris Arifin,
Lc.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !